Antara Kepemilikan dan Pemanfaatan


Sebuah adikarya : “Cinta Suci Zahrana”

 

“Orang-orang sekarang ini banyak yang pikirannya pendek. Coba nduk kau lihat dilereng gunung sana. Ada pemandangan yang indah. Disana banyak orang-orang Jakarta yang membuat villa. Mewah sekali. Di Jakarta orang itu juga punya rumah lagi. Di Bandung mungkin juga punya rumah. Lha orang Jakarta itu karena sibuk jarang menempati villa mewah dilereng gunung itu. Dia membayar pak Karto, rumahnya tidak jauh dari pesantren, untuk menunggu villa itu. Justru pak Karto dan keluarganya sering tinggal disana. Tanpa harus mengeluarkan uang untuk membangunnya, ia malah dibayar. Lah meskipun orang Jakarta itu tidak pernah atau jarang menempati villanya itu ia tetap merasa senang, sebab merasa memiliki villa itu dan memberitahunya pada teman-temannya di Jakarta sana kalau punya villa mewah di Temanggung. Sebenernya ia bisa saja kan menyewa villa dan hotel kalau mau rehat, tanpa harus membuat villa sendiri. Mengapa ia tidak puas kalau hanya menyewa, ia harus memiliki”

“Tidak hanya itu, orang Jakarta itu juga punya belasan mobil mewah dirumahnya. Lha mobil mahal itu hanya dipakai hanya pada acara yang dianggapnya penting. Meskipun jarang dipakai, namun perawatan dan pajak mobilnya sangat mahal. Pajaknya itu menghabiskan biaya paling banyak, akan tetapi dia puas karena dia sebagai pemilik. Kepuasan itu ada pada pemilikan bukan pada pemanfaatan. Sekarang ada banyak jenis manusia seperti itu. Cinta dunianya berlebihan, sehingga rakus sekali pada kekayaan duniawi”

“Lha saya ini kan sudah sangat renta petani tua, sudah ‘bau tanah’, sebut saja begitu. Ketika saya menanam pohon durian ini, kemungkinan besar saya tidak akan menikmati buahnya. Coba ini durian tingginya baru setengah meter. Perlu waktu belasan bahkan puluhan tahun lagi untuk bisa merasakan panennya. Ketika pohon itu besar dan berbuah, mungkin saya sudah lama meninggal. Tetapi pohon ini akan tetap bermanfaat. Kalau hujan ia menyimpan air sehingga bukit ini tidak longsor dan kalau kemarau penduduk tidak kekurangan air. Terus kebun ini jadi rindang bisa digunakan untuk main. Besok kalau panen, yang memanen mungkin cucu saya, atau cicit saya, mereka merasa senang. Ketika mereka senang aku berharap di alam kubur juga merasakan senang. Katanya memasukkan rasa senang kedalam hati orang Islam itu sedekah. Jadi meskipun aku tidak merasakan buahnya aku sudah Bahagia. Kebahagiaanku ada pada kemanfaatan, kalau bermanfaat aku senang. Bukan pada kepemilikan”

 

 

Dari Novelis Indonesia : “Habiburrahman El Shirazy”


Comments

Popular posts from this blog

REMEDI

Perjuangan Skripsi: Dari Galau Hingga Cumlaude di Fikom Unisba

Konsep diri